
Erling Haaland gagal bersinar lawan tim-tim besar. (x.com/HQwallp)
Erling Haaland dikenal sebagai penyerang yang haus gol, bagaimana tidak, melansir dari penyerang asal Norwegia tersebut sudah berhasil membuat 243 dalam 304 pertandingan sepanjang karirnya.
Namun, catatan rekor tersebut tampaknya tidak seidah performanya ketika melawan tim-tim besar, yaitu ‘Big Six’ di Inggris (Chelsea, Manchester United, Tottenham Hotspur, Liverpool, dan Arsenal) dan di Eropa (Real Madrid, Inter Milan, dan Bayern Munchen).
Melansir dari Bein Sports, mantan pemain Borussia Dortmund tersebut hanya berhasil mencetak 18 gol dari 35 pertandingan dengan rata-rata 0.51 gol per pertandingan melawan tim-tim tersebut.
Sementara itu, Haaland justru sukses mencetak 81 gol dari 69 pertandingan dengan rata-rata 63.8% gol ketika melawan tim lainnya.
Lantas apa sebenanya penyebab dari fenomena ini? Mari kita bahas di bawah!
baca juga: Kalah di UCL Lagi, Manchester City Bisa Gagal ke Fase Gugur
Faktor Penurunan Performa

1. Tekanan Ekspektasi
Sebagai salah satu striker paling diburu di dunia, Haaland selalu berada di bawah sorotan.
Ekspektasi yang tinggi untuk mencetak gol sejak ia melejit bersama RB Salzburg sehingga di setiap pertandingan, terutama saat menghadapi lawan-lawan berat, bisa menjadi beban mental bagi Erling yang dirasa cukup berat.
2. Pertahanan yang Lebih Solid
Tim-tim besar biasanya memiliki pertahanan yang lebih terorganisir dan pemain-pemain bertahan yang berpengalaman.
Mereka seringkali menerapkan strategi khusus untuk meredam pergerakan Haaland dan membatasi ruang gerak. Haaland seringkali di marking hingga 6 orang di kotak penalti sehingga ia sulit bergerak dan mencari ruang untuk melakukan tembakan.
Kejadian ini sempat terjadi ketika dirinya bertemu dengan Iner Milan di ajang UEFA Champions League matchday 1 dimana Haaland tidak berhasil mencetak gol, assist, dan hanya satu shot on target.
“Dia dikelilingi oleh enam pemain disekitarnya. Tiga di belakang, tiga di depan. Itu lah kenapa dia gagal bersinar. Sangat sulit bagi pemain manapun untuk keluar dari kondisi ini. Calhanoglu dan Zielinski di depan. Itu sulit.” Ucap Pep Guardiola seusai laga dikutip dari Bein Sports
3. Perubahan Taktik Lawan
Lawan-lawan besar seringkali dengan cerdik mengubah taktik permainan mereka saat menghadapi Manchester City.
Mereka mungkin akan lebih fokus pada pertahanan dan melakukan pressing ketat terhadap Haaland sejak awal pertandingan untuk membatasi ruang gerak pemain.
4. Faktor Psikologis
Ada kemungkinan bahwa Haaland mengalami tekanan psikologis yang lebih besar saat menghadapi pertandingan-pertandingan krusial.
Hal ini bisa memengaruhi kepercayaan dirinya dan kemampuannya untuk mengambil keputusan di dalam kotak penalti.
Ini seringkali terpancar saat Haaland bertanding, menunjukkan gestur kesal dan frustrasi saat tidak mendapat suplai bola dari rekan timnya.
5. Starting Line-up yang tentatif
Terlalu banyaknya bongkar pasang yang dilakukan oleh Manchester City terlebih dengan cidera nya Rodri, sering absennya Kevin De Bruyne membuat skema Manchester City seringkali di cap ‘berantakan’.
Meskipun Ilkay Gundogan telah kembali, Matheus Nunes dan Mateo Kovacic dianggap mampu memainkan peran tersebut, tidak menutup fakta bahwa hampir 10 pertandingan terakhir, Erling Haaland terbukti menghilang karena masih mentahnya kemistri yang ada pada skuad inti Manchester City.
Dari uraian di atas, Pep Guardiola beserta staf kepelatihan harus mencari solusi terbaik untuk memanfaatkan Erling Haaland dalam pertandingan krusial.
Akan amat disayangkan apabila Erling Haaland selalu mengalami pasang surut performa di pertandingan krusial seperti ini.
Gimana? Makin tertarik mengulas sisi-sisi lain tentang sepak bola? Yuk, langsung kepoin ulasan-ulasan menarik lainnya serta update berita terbaru di thefansfootball.com